Translate

Sabtu, 29 Oktober 2016

Self-Reflexivity #2

Saya bukan orang yang sempurna dan bukan seseorang yang mengejar kesempurnaan.
Tapi saya juga bukan seseorang yang menuntut orang lain sempurna.
Saya tahu tidak ada yang sempurna di dunia ini, jadi mencari dan mengejar yang sempurna adalah suatu kesia-siaan bagi saya.

Yang ada, setiap hari adalah kesempatan untuk jadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.
Beda..
menjadi lebih baik dan menjadi sempurna adalah dua hal yang berbeda.
Sempurna; tidak mentolerir kesalahan.
Lebih baik; berbuat salah tapi tahu bagaimana memperbaikinya.

Saya amat bisa menerima ketidaksempurnaan, tapi...
kebodohan, mmm...agaknya sulit untuk saya terima.
tapi saya akan mencoba untuk menerimanya setelah ini.

kebodohan di sini yang saya maksud bukan bodoh dalam hal intelektual, tapi dalam hal attitude.
seperti ini contohnya:

saya bilang "I don't hate you, I just not necessarily excited about your existence"
tapi yang saya lakukan mencari tahu, memperhatikan, mengamati, dan menginvestigasi hidup orang yang saya ngga pedulikan itu, bahasa gaulnya 'kepo' atau 'stalking'.
Setelah tahu, lalu membuat tulisan atau kutipan-kutipan yang berkaitan dengan orang yang saya ngga pedulikan itu. Mungkin dengan harapan agar orang itu tahu bahwa sebenarnya saya tidak membencinya tapi hanya tidak tertarik dengan kehadirannya.
Nah loh, kalau begitu sebenarnya saya sudah ngga tertarik atau masih tertarik dengan orang itu?

Maksud saya, kalau memang sudah tidak tertarik dengan kehadiran seseorang ya diam saja.
Karena buat saya lebih baik diam daripada menyatakan suatu hal yang ngga sejalan dengan tindakan.
Diam juga merupakan suatu bahasa. Malah suaranya jauh lebih lantang daripada mengumbar kata-kata.

Kalau perkataan dan perbuatan ngga sesuai itu jadi terlihat kurang cerdas, menurut saya sih.

Well,
dari awal memang saya sudah bilang kalau ngga ada manusia yang sempurna.

tinggal bagaimana kita bisa jadi lebih baik saja dari hari ke hari.

Jumat, 28 Oktober 2016

Sebuah Ucapan Terimakasih.

Di pergelangan tangan kiri saya melingkar sebuah gelang dengan tali merah dengan untaian biji berjumlah delapan.

Gelang itu diberikan sekaligus dibuat oleh seorang teman yang belum lama saya kenal.

Saya suka sekali dengan gelang ini.
Sebelumnya saya pernah beberapa kali memakai gelang, baik beli maupun bikin sendiri, tapi ngga berlangsung lama saya memakainya
Namun kali ini berbeda, tidak pernah saya merasa secantik ini hanya karena memakai gelang, padahal bentuk dan modelnya sangat sederhana, dan sedikit longgar. Hahaha, magis.
*ok, I'm blushing and it's sound cheesy, but I try to be honest*

Saya suka gelang ini, dia punya makna.
Teman saya menjelaskan kurang lebih seperti ini:
Merah, dalam kultur Cina artinya kebahagiaan. Delapan, bentuk angka delapan seperti lambang infinity yang artinya tak terbatas.

Jadi, gelang ini sekaligus doa buat saya: kebahagiaan yang tak terbatas.

Saya berdoa agar kebahagiaan yang tak terbatas itu juga untuknya.

Terimakasih banyak :)


Self-Reflexivity #1

Kalau ada yang bilang "Sahabat wanita adalah berlian", saya kira orang tersebut ngga pernah pelihara anjing atau kucing.

Entah kenapa saya ngga suka dengan kutipan "Sahabat wanita adalah berlian". Wanita yang mana dulu?
Ngga semua wanita bersahabat dengan benda mati.

Saya juga ngga habis pikir kenapa berlian bisa dijadikan sahabat, padahal berlian sesungguhnya adalah benda mati. Tahu sendiri kan benda mati itu kayak bagaimana? Saya kira ngga perlu dijelaskan lagi apa itu benda MATI.

Mungkin ada yang bilang, dengan berlian, mereka terlihat lebih bernilai.
Mungkin juga ada yang bilang, dengan berlian, mereka mampu memiliki segala yang mereka inginkan.
Dan dengan demikian, mereka akan berbahagia dan berharga.

Saya merasa kasihan dengan orang yang seperti itu, orang yang menilai keberhargaan dari standar benda mati yang ia miliki; mereka adalah orang paling miskin, karena yang mereka punya cuma benda mati.

Kasihan, karena mereka mungkin ngga pernah merasakan betapa bahagianya bermain dengan anjing atau kucing.
Kasihan, karena mereka mungkin ngga pernah merasakan betapa melegakannya bercakap tatap muka dengan seorang teman dekat walau hanya di sebuah warung makan atau kedai kopi sederhana.
Kasihan, karena mereka mungkin ngga pernah merasakan betapa menyenangkannya tertawa lepas bersama teman.




Jumat, 21 Oktober 2016

There Is A Thing That Can Not To Be Explained.


Do you believe in guardian angel?

I DO.

Why?

Be me just for a day, then you will surely understand why.

Selasa, 18 Oktober 2016

A Letter For A Friend.

THE LITTLE THINGS
MATTER MOST.


Dear my friend who I know for, mmm... (thinking) 3 weeks, I guess (?); and I hope it's still counting.

I just want to thank you every day, for every little things you have given and did.
I really appreciate its.
And I hope you know how joyful I am for those little things.

I pray you always abundant with happiness and love.

Good night, have quality sleeping time :D




Sabtu, 15 Oktober 2016

What if #1

Ada kala dimana kita dipertemukan dengan seseorang yang ternyata pada akhirnya akan melukai kita.
Entah mengkhianati kita atau memilih pergi meninggalkan kita tanpa peduli lagi apakah kita sebenarnya masih menyimpan rasa atau tidak.

Tapi,
Bagaimana jika sebenarnya ia adalah sosok yang kita ciptakan sendiri di alam pikiran kita; di mind palace kita?
Bagaimana jika ia yang melukai kita hanya ilusi yang kita buat sendiri agar hidup kita ngga terasa sepi dan sendiri?

Mungkin benar jika kita bisa memilih kepada siapa kita membiarkan diri kita dilukai.

Jika memang begitu, maka tidak perlu terlalu memikirkannya saat kita memilih membiarkannya melukai kita. Bukannya akan menjadi sebuah privilege?

Mungkin, yang perlu diperjuangkan adalah usaha menata kenangan yang sudah sengaja diciptakan, dan mencoba melangkah kembali tanpa diikuti rasa kecewa yang sudah kita buat sendiri.

Jumat, 14 Oktober 2016

Confession #3

Beberapa orang bilang "uang" yang berharga.

Beberapa orang lainnya bilang "jabatan" yang berharga.

Beberapa orang lain lainnya bilang "waktu" yang berharga.

Tapi, bagi saya...
"Orang-orang yang sudah saya kenal, orang-orang yang baru saya kenal", itu yang berharga.

Terimakasih sudah terlahir dan ada :)

Rabu, 12 Oktober 2016

Confession #2

I have a love-hate relationship with my hair.

But I thank God it is only happened with my hair :)

Confession #1

THEY SAID, "YOU'VE CHANGED."
I SAID, "YOU'VE WRONG.
I JUST GROW AND FIND MYSELF."

Selasa, 11 Oktober 2016

Percakapan Dengan Kakak.

Malam itu, saya memutuskan untuk menelepon kakak saya. Ada beberapa hal yang ternyata ngga bisa saya simpan sendirian. Dan bagi saya, percakapan bersama laki-laki favorite saya kala itu merupakan salah satu percakapan terbaik yang pernah kami lakukan.

Kami saling berbagi rasa dan pikiran. Bukan agar permasalahan teratasi kemudian selesai, tapi agar beban itu terasa lebih ringan. Karena selama kita hidup masalah itu akan selalu ada, bukan?

Saya ngga mungkin bisa-dan ngga mau sebenarnya, untuk merekam semua percakapan kami dalam tulisan ini. Namun, ada salah satu kalimat yang terucap dari mulutnya yang sampai sekarang masih nempel di telinga dan otak saya. Dan saya mau untuk membaginya.

Kakak saya bilang, “Bukan soal karena kita sudah dilahirkan di keluarga seperti apa. Kalaupun orang tua kita bukan ayah dan ibu kita sekarang, tapi aku ya tetap aku, kamu ya tetap kamu. Mungkin dengan tubuh yang lain, dengan wajah yang lain. Jadi bukan soal tubuh lagi kita sudah ditakdirkan lahir dan besar di keluarga yang seperti apa. Kita bisa aja lahir di keluarga yang lain di belahan dunia manapun, tapi jiwaku ya tetep “aku”, kamu tetep “kamu” dengan jiwamu”.

So, let's say :

Saya adalah jiwa dalam sebuah tubuh.
bukan tubuh dengan sebuah jiwa.


Jadi kalau ditanya apakah saya sudah mendapat jawaban untuk permasalahan saya, tentu saja jawabannya belum ada. Tapi yang terpenting dari apa yang saya alami, saya jadi ngerti bahwa tidak semua masalah harus diselesaikan tapi cukup dipahami dan diterima. Saya anggap itu adalah proses, yang entah sampai kapan akan selesai, atau malah ngga akan selesai, namanya saja proses :)