Malam itu, saya memutuskan untuk menelepon kakak saya. Ada
beberapa hal yang ternyata ngga bisa
saya simpan sendirian. Dan bagi saya, percakapan bersama laki-laki favorite saya kala itu merupakan salah
satu percakapan terbaik yang pernah kami lakukan.
Kami saling berbagi rasa dan pikiran. Bukan agar
permasalahan teratasi kemudian selesai, tapi agar beban itu terasa lebih
ringan. Karena selama kita hidup masalah itu akan selalu ada, bukan?
Saya ngga mungkin
bisa-dan ngga mau sebenarnya, untuk merekam
semua percakapan kami dalam tulisan ini. Namun, ada salah satu kalimat yang
terucap dari mulutnya yang sampai sekarang masih nempel di telinga dan otak
saya. Dan saya mau untuk membaginya.
Kakak saya bilang, “Bukan soal karena kita sudah dilahirkan
di keluarga seperti apa. Kalaupun orang tua kita bukan ayah dan ibu kita
sekarang, tapi aku ya tetap aku, kamu ya tetap kamu. Mungkin dengan tubuh yang
lain, dengan wajah yang lain. Jadi bukan soal tubuh lagi kita sudah ditakdirkan
lahir dan besar di keluarga yang seperti apa. Kita bisa aja lahir di keluarga yang lain di belahan dunia manapun, tapi
jiwaku ya tetep “aku”, kamu tetep “kamu” dengan jiwamu”.
So, let's say :
Saya adalah jiwa dalam sebuah tubuh.
bukan tubuh dengan
sebuah jiwa.
Jadi kalau ditanya apakah saya sudah mendapat jawaban untuk permasalahan saya, tentu saja jawabannya belum ada. Tapi yang terpenting dari apa yang saya alami, saya jadi ngerti bahwa tidak semua masalah harus diselesaikan tapi cukup dipahami dan diterima. Saya anggap itu adalah proses, yang entah sampai kapan akan selesai, atau malah ngga akan selesai, namanya saja proses :)
The great moments of your life won't necessarily be the things you do, they'll also be the things that happen to you. =)
BalasHapus